Pages

Thursday, August 26, 2021

MAX

MAX

Jika ada yang bilang perempuan sulit jatuh cinta pada pria dengan penampilan sangat sederhana, bawa orang itu kehadapanku. Karena aku tahu dengan pasti bahwa aku Lala, adalah seorang perempuan. Aku juga tahu Max, Manusia paling sederhana dan jadul. Aku bisa jatuh cinta pada Max dengan puisi yang biasa ia tulis, walau kadang aku sulit memaknainya. Rambut mullet, kalung One Piece yang biasa dia pakai dan tas selempang yang sudah dia modif dengan robekan ala rocker. Aku pernah memberikannya sebuah tas ransel di hari ulang tahunnya, tapi dia tidak pernah memakai ke sekolah. Itulah Max yang selalu ingin sederhana dan selalu membawa sebuah buku Sayap-sayap Patah  karya Khalil Ghibran.

Waktu itu aku sedang bercermin memperbaiki jilbabku di mushala bersama temanku Jani, Max lewat menuju kantin.

“ udah cantik gausa di liatin mulu”

 “apaansi Max”

“kok kamu tau namaku?”

“siswa mana yang tidak tahu seorang Max yang gayanya paling jadul. Bener ga jan?”

“iya bener banget. Dari awal sekolah lu udah keliatan mencolok dengan gaa jadul.”

 “haha... jadul-jadul gini gue banyak fans”

 “siapa yang ngefans sama cowok jadul kayak lo?”

“lo bedua kan yang ngfans sama gue”

“ih... amit-amit deh.”

“mau bukti ? ni gue tunjukin”

Ada seorang siswi lewat Max menghadangnya dan bertanya

“lu tau nama gue siapa?”

“iih siapa sih jadul, godrong, jijik banget!!”

“lu liat kan, lu berdua fans gue hari ini”

“iyaa... ta..”

Belum selesai ngomong si Max jadul udah pergi ke kantin.

 

Ada sebuah acara ceramah yang diadakan ketua remush sore habis pulang sekolah. Aku terlambat datang karena ada meating untuk acara lomba futsal antar kelas di sekolah yang biasa diadakan setiap tahun untuk mengisi kekosongan hari bebas setelah ujian akhir sekolah selesai. Aku berjalan menuju mushala setelah dari ruang kelasku Bahasa. Di sana kulihat si jadul Max sedang memegang microfone, aku triakin aja dia dari bawah mushala. “ngapain lu jadul! pake pegang microfone segala lagi!” Jani langsung berlari kearahku dan semua orang menatapku dan menyuruhku diam dengan berkata “ssssssttttt..” sambil menaruh telunjuk di di hidung. “ngapain si?” tanyaku lirih pada Jani. “si Max lagi mau bacain no tulen dari ceramah tadi.” Kata Jani. Aku mengangguk mengerti. Dengan perasaan malu aku pergi ke Gazebo buat ngilangin rasa malu, sambil nunggu aku mengerjakan tugas bahasa inggris tadi diberi Bu guru. Beberapa menit acara di mushala selesai.

Aku yang tengah sibuk mengobrak-abrik kamus bahasa inggris di kagetkan oleh sebuah tangan yang memberiku secarik kertas. ya itu Max yang memberiku secarik kertas bertuliskan puisi.

“maaf udah buat kamu malu tadi”

“ ya gapapa, aku juga yang salah langsung tiba-tiba teriak tadi”

 “udah ga marah lagi ni?”

“iya gak kok.”

“Kenapa ga di baca kertasnya?”

“nanti aja di rumah”

 “yaudah aku balik dulu” 

Dalam sekejap Max pergi dengan vespa butut yang bunyinya nyaring. Sebuah momen yang bikin aku benar-benar malu di mushala.

 

Di hening malam yang begitu sunyi, dihalaman rumahku yang terdengar hanya suara jangrik. Aku merogoh tas ku dan kutemukan kertas yang diberikan Max kepadaku. Aku membacanya.

“ Saat hujan dibenci oleh orang-orang yang takut pakaiannya basah

Aku malah lebih suka menikmatinya

Saat orang-orang mencari cinta dengan hal yang begitu rumit dan sulit

Aku malah mencari cinta dengan cara sederhana

Saat orang-orang berpenampilan dengan begitu stylis

Aku malah berusha berpenampilan apa adanya”

_MAX

            Aku baru sadar setelah membaca puisi dari Max bahwa dia bukan jadul. Tapi sederhana.

Max datang ke kelasku. Menyodorkan sebuah buku karya pak Sapardi yaitu Hujan Bulan Juni. Max ga sendiri dia bersama temannya Roni.

 “aku pergi ke kantin dulu ya”

 “eh jadul lu bego banget si ajakin kek orang kekantin.”

Aku tersenyum.

“yaelah lu tau-tau an masalah cewek. Kalo masih jomblo jangan sok pro lo Ron”

 “ laak mau kekantin kan bareng kite ?”

“boleh kalo di traktir hehe...”

“tenang laak ada boss Max ni dia baru gajian dari koran”

 “lu tu ya gabisa jaga mulut banget si Ron, gue malu tau”

“emang dia ngapain di koran Ron?”

“ssssttt.... udah Ron. Lu mau makan kagak ?”

“ya mau boss”

“Yaudah ayok”

Sejak saat itu aku jadi dekat sengan Max.

 

            Waktu aku makan di kantin Bara dateng dia langsung duduk di sebelahku. “laak kamu jadi ikut kan ke acara Talk Show Jepang?” “iya jadi Bar”. Aku menatap wajah Max dan Roni, mereka menatap tajam kearah Bara. Mungkin mereka kesal atau mungkin Max merasa cemburu dengan Bara. “siapa laak?” tanya Max. “kenalin Bara Ketua Ekskul Bahasa Jepang” kata Bara dengan Bangga. Max tersenyum tipis seperti “Yaaah... si wibu bangke sok-sok mau saingan.”. seperti itulah mungkin yang bisa menggambarkan kekesalan Max. Kenyataannya aku menyukai Bara sebelum Max hadir, Bara seperti orang jepang yang sangat kusukai di film-film. Dia ganteng, stylis, dan jago banget bahasa jepang, satu lagi berprestasi.

            “Waktu istirahat sudah selesai, semua siswa diharapkan segera memasuki ruang kelas”

Suara itu membubarkan kami dari kantin, Max menuju Kelas IPA bersama Roni, Aku ke kelas Bahasa, dan Bara Ke IPS.

            Sore itu aku pergi bersama Bara ke Talk show jepang, dia menjadi pembicara di Talk show itu. Kami sudah sering menghadiri acara seperti itu, aku senang bisa hadir dan mendengar Bara berbahasa jepang. Karena aku suka itu. Acaranya juga siaran langsung di Instagram. Acara di mulai dengan beberapa pertanyaan basic yang biasa di tanyakan oleh moderator. Tentang prestasi Bara dll. Tapi kali ini moderator menanyakan tentang pasangan kepada Bara. “Bar sejauhi ini kita penasaran ni siapa sih sosok yang bisa menaklukan hati Bara ?” tanya moderator. “oh... masalah itu hari ini spesial aku bawain sosok itu” kata Bara. “siapakah dia bar? Apakah dia ada diantara orang-orang disini?” kata moderator yang mulai mempertegang suasana. Bara kemudian menyebut deret sekian baris kesekian. Aku menengok kiri kanan dan seujung audiens.

Komen di IG mulai ramai. Kamera menyorot kearahku. Aku kebingungan. “laak kamu tau sejak pertama bertemu aku sudah menyukaimu, aku cinta sama kamu laa” kata Bara.  Orang-orang bersorak mengatakan “terima-terima!”. Sedangkan aku masih bingung harus memberi jawaban apa. Di IG sudah mulai banyak komen yang aneh-aneh. Aku Terbayang wajah si jadul di waktu seperti itu. Kepalaku tidak bisa berpikir. Aku meraak seperti terjebak diantara lumpur lapindo yang terus menerus menarik kakiku kedalam. Dan kuputuskan jawabanku tidak menerima Bara karena aku tidak suka dengan hubungan yang diumbar seperti itu. Dan di komentar IG penuh dengan hujatan karena Aku tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Aku berlari keluar ruangan.

            Aku memang menyukai Bara tapi aku tidak suka caranya menyatakan. Seandainya itu hanya aku dan dia mungkin aku akan menerimanya, namun dengan seperti itu aku kecewa dengannya. Aku menelpon Max dan memintanya menjemputku. Aku tidak tahu mengapa aku meminta Max yang menjemputku. Aku menangis di luar dengan perasaan campur aduk. Max datang dan bertanya “kenapa laak?” aku hanya diam. Di tengah perjalanan hujan begitu deras menguyuh kami di jalan.

“Max bisa minggir dulu”

“apa kamu mau minggir berteduh?”

 “iya”

“buat apa minggir laak?, hujan ni tu obat paling mujarap tau gak?”

“udah deh Max gausa sok tau aku lagi sedih ni”

“naah justru itu, ni aku tunjukin caranya.” Max berteriak sekencang-kencangnya di tengah jalan.

“cobain deh”.

“gimana kalo ada yang denger”

“gaakan ada yang denger karena suara hujan lebih besar dari suaramu”

Aku pun berteriak. “apaaaa kurang keras laaak”

Aku berteriak sekencang mungkin

“naaah itu baru bagus”

Entah bagaimana caranya menyihirku. Aku begitu nyaman bersama Max dengan segala kesederhanaanya.meskipun tampangnya agak jadul tapi dia bisa membuatku kembali bersemangat dan bahagia. Itulah Max yang aku cintai


No comments:

Post a Comment

MAX

MAX Jika ada yang bilang perempuan sulit jatuh cinta pada pria dengan penampilan sangat sederhana, bawa orang itu kehadapanku. Karena aku ...